Puji Tuhan kista berukuran sekitar 9 cm yang menyertai kehamilan saya sudah di angkat. Tidak perlu kuatir apakah kista itu akan pecah atau terpuntir seiring dengan pertumbuhan bayi kami. Mungkin kista ini sebenarnya sudah ada sebelum saya hamil karena biasanya kista yang muncul karena kehamilan tidak memiliki ukuran yang terlalu besar dan cenderung mengecil seiring dengan perkembangan janin.
Kalai boleh berandai-andai saya berpikir seandainya saja kista itu kami ketahui sebelum hamil, pasti kami akan memilih jalan alternatif. Lho kok?! Iya... soalnya saya takut operasi, takut dengan proses pemulihan pasca operasi, takut kalau terjadi malpraktik, takut kalau operasi memicu munculnya kista di tempat lain. Terlalu banyak ketakutan yang mungkin bagi sebagian orang dianggap tidak beralasan.
Alasan lain kenapa kami akan memilih pengobatan alternatif adalah karena salah satu teman dekat saya saat kuliah juga menjalani pengobatan alternatif untuk kistanya. Dia sudah menjalani program hamil cukup lama, tubuhnya pun menjadi melar karena konsumsi vitamin dan hormon namun buah hati yang dirindukan tak kunjung datang. Setelah mendapatkan rekomendasi dari rekan kantornya yang juga mengalami kesulitan mendapatkan momongan, datanglah teman saya ini ke pengobatan alternatif di daerah Alam Sutera Tangerang.
Waktu pertama datang, terapistnya bilang kalau teman saya memiliki kista endometrosis, teman saya kaget
karena selama program hamil ke dokter, para dokter tidak pernah memberi tahu kalo dia memiliki kista. Ternyata setelah pulang dia menemukan dalam hasil-hasil USGnya memang terdapat kista dan hal itu dituliskan, namun karena para dokter tidak pernah memberi tahu/menjelaskan, maka dia tidak menyadari.
Akhirnya dia menjalani terapi 2x seminggu.
Suaminya hanya diterapi 1 or 2 minggu karena tidak memiliki masalah serius, dia
juga coba bawa mamanya dalam salah satu session terapi, tapi terapist justru mengatakan bahwa mamanya tidak perlu datang lagi
karena tidak memiliki masalah kesehatan.
Setelah selama kurang lebih setengah tahun menjalani terapi, akhirnya kistanya pun hilang. Hal ini dibuktikan dari hasil USG dan dimulailah
program untuk kehamilan. Dan memang setelah menjalani program hamil, teman saya ini tidak perlu menunggu lama untuk hamil. Walaupun sangat disayangkan bayinya lahir prematur pada usia 26 minggu dan meninggal setelah sekitar 3 hari menjalani perawatan di NICU (Neonatal Intensive Care Unit) pada bulan November 2013.
Semoga segera hamil lagi :)
Karena sekarang saya menjalani kehidupan yang nyata dan bukan bukan pengandaian saya sungguh bersyukur karena saya dapat hamil meskipun memiliki kista berukuran 9 cm. Sejarah per-browsingan saya menunjukkan bahwa kehamilan pada perempuan yang memiliki kista adalah suatu hal yang cukup sulit terjadi terutama pada perempuan yang memiliki kista besar seperti saya. Jadi buat temen-teman yang mengalami kehamilan dengan kista, terutama untuk yang ukuran kistanya di bawah 6 cm berbahagialah kalian, kistanya tidak perlu di angkat karena biasanya akan mengecil seiring dengan pertumbuhan bayi... ^_^
Notes:
Kista dikatakan masuk dalam kategori besar jika ukurannya di atas 5 cm.
Hai kolam kecil, apa isimu? Ikan kah? Lumut? Kecebong? Batu, kerikil dan pasir? Daun kering? Atau bahkan sampah? Semoga apapun isimu, selalu ada yang menengok barang sebentar. Mengintip adakah yang baru di dalammu.. Terima kasih sudah mampir....
Selasa, 01 Juli 2014
Kenapa BPJS Mandiri Ruang Perawatan Kelas 1??
Setelah program BPJS Kesehatan Mandiri disosialisasikan, mendapat informasi dan rekomendasi dari petugas dari 2 (dua) Rumah Sakit Pemerintah, pengalaman pribadi ketika papa saya mengalami kondisi darurat dan saya pelajari melalui brosing sana-sini, maka saya memutuskan untuk ikut serta dalam BPJS Kesehatan Mandiri untuk Ruang Perawatan Kelas 1.
Alasan saya antara lain:
Notes:
Alasan saya antara lain:
- Meskipun kantor memberikan fasilitas asuransi kesehatan untuk rawat inap senilai Rp. 300.000/malam namun fasilitas ini tidak mencakup penyakit/masalah kesehatan yang berhubungan dengan kandungan. Dan Puji Tuhan, ternyata saya mengalami masalah kesehatan yang berhubungan dengan kandungan :)
- Biaya bulanan yang sangat murah dengan cakupan perlindungan yang sangat luas bahkan mencakup biaya persalinan. Seberapa murah? Rp. 59.500,- per bulan untuk rawat inap kelas 1 :) Dan belum lama ini saya sudah merasakan manfaatnya ^_^ Bandingkan saja dengan premi asuransi kesehatan swasta untuk perawatan inap kelas 1
- Dengan Ruang Perawatan Kelas 1 saya lebih leluasa mendapatkan kamar perawatan karena lebih banyak pilihan. Jika ruang rawat inap kelas 1 penuh, masih ada kemungkinan mendapatkan ruang perawatan di kelas 2 atau 3. Kalau saya menggunakan fasilitas KJS atau BPJS Kesehatan mandiri kelas 3, maka saya hanya memiliki pilihan untuk mendapatkan perawatan di kelas 3 saja, jika kamar yang tersedia hanya kamar dengan kelas di atasnya, maka kita harus melepaskan fasilitas kelas 3 dan membayar penuh biaya untuk kelas di atasnya. Kasus inilah yang kami alami ketika papa saya mengalami peristiwa darurat bulan Maret 2014 yang lalu.
- Pelayanan RSUD Pasar Rebo terhadap peserta BPJS Kesehatan tetap sama dengan pasien reguler. Mereka melayani dengan baik dan ramah tanpa membedakan. Ini sangat menyenangkan ^_^
- Sebelum bisa berobat ke Rumah Sakit, kita harus mendapatkan surat rujukan dari Puskesmas, dokter keluarga atau Klinik yang sudah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan kecuali dalam keadaan gawat darurat bisa langsung ke UGD
- Antrian pendaftaran ke poliklinik atau dokter spesialis panjangnya minta ampun :D. Bahkan untuk mendapatkan nomor antrian awal ada pasien yang menginap di rumah sakit atau datang sejak jam 3 pagi. Notes: Yang datang jam 3 pagi sudah mendapat nomor antrian di atas 30.... #yang sakit tambah sakit# Saya sih memilih datang jam 6-an dan itu sudah pasti dapat nomor antrian di atas 400 bahkan nyaris 600 wkwkwkkkk....
- Dalam 1 hari hanya bisa menjalani konsultasi di 1 poliklinik. Jadiiiiii kalau penyakit kita membutuhkan konsultasi dari beberapa poliklinik, maka kita harus kembali datang di hari berikutnya
- Hmm... apa lagi yah?!
Notes:
- Pengambilan nomor antrian sebenarnya baru dibuka jam 6 pagi (atau jam 7 yah?!-lupa nanti saya cek lagi). Jadi untuk yang sudah antri dari pagi-pagi buta biasanya diberi nomor antrian sementara untuk ditukarkan ketika mesin antrian sudah beroperasi.
- Update harga ya, sekarang iuran BPJS Kesehatan untuk ruang perawatan kelas 1 sudah naik menjadi Rp. 80.000,-
Senin, 30 Juni 2014
Part 1:Kehamilan dengan Kista-Ouch!
Jujur yah, waktu tau kalo hamil hal pertama yang terpikir adalah duh, nanti biaya melahirkan gimana yah? Butuh uang berapa yah? Bisa lahiran normal ga yah? Kalo harus caesar gimana dong ini???
Maklum yah, sebenernya kehamilan ini belum masuk dalam rencana anggaran walaupun ini merupakan kehamilan pertama dalam pernikahan kami yang menginjak bulan ke 10. Sesuai dengan impian sebenarnya hamil setelah menginjak bulan ke 6 tetapi sebelum 1 tahun... :D. Dan sayangnya tidak di-cover juga oleh perusahaan tempat saya dan suami bekerja. Maaf yah nak, perencanaan keuangan papa mama mu ini kurang baik...
Akhirnya demi menekan biaya persalinan, pergilah kami ke bidan untuk memeriksakan kehamilan. Alasannya biaya melahirkan yang relatif murah dan biasanya bidan memiliki "Paket Bidan" pada Rumah Sakit (RS) rujukannya untuk kelahiran yang terpaksa dilakukan secara Caesar. Menurut teman yang pernah menggunakan fasilitas Paket Bidan ini, potongan harga yang diberikan hampir mencapai 50% dari total biaya. *tersenyum lebar*
Kehamilan saya hampir memasuki minggu ke-7 (tujuh) ketika memeriksakan diri ke Bidan Sri Mohadi pada hari Senin, 17 Maret 2014. Namun setelah Ibu Bidan melakukan pemeriksaan, ditemukan adanya pembesaran yang belum waktunya pada perut sebelah kanan saya. Menurut Ibu Bidan kemungkinan pembesaran tersebut adalah kista dan untuk memastikan hal itu perlu dilakukan pemeriksaan dengan USG. Jadwal pemeriksaan dengan USG di Bidan Sri adalah setiap hari Sabtu dengan biaya Rp. 130.000,-. Sedangkan biaya pemeriksaan Bidan pada hari Senin itu adalah Rp. 25.000,-. Baiklah kami pun menunggu.
Pada hari Jumat, 21 Maret 2014 kadar gula papa saya drop sehingga tidak sadarkan diri. Kami pun membawa papa ke IGD (Instalasi Gawat Darurat) RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah) Pasar Rebo. Saat itu hari masih gelap, belum jam 6 pagi. Setelah kondisi papa lebih baik, pada jam 8.30 saya dan suami pun minta izin untuk memeriksakan diri ke dokter kandungan.
Sesuai dengan prediksi Ibu Bidan, Dr. Iwan Satygraha Suprapto, SpOG menunjukkan pada saya dan suami kista yang bersarang di bagian kanan perut saya. Ukurannya termasuk kategori besar di atas 5 cm, tepatnya 9,8 cm. Jenisnya kista coklat-endometriosis. Dokter Iwan mengatakan kondisi ini harus diobservasi, jika mengganggu janin perlu dioperasi. Risiko dari kondisi ini adalah jika kista terpuntir atau pecah maka dapat mengakibatkan kematian pada Ibu. Waks! Panik!
Dokter Iwan pun memberikan kartu namanya, jika kista terpuntir harus segera dibawa ke IGD, jangan coba-coba ditangani sendiri karena bisa memperparah keadaan. Selain itu disarankan juga agar tidak melahirkan di Bidan karena dikuatirkan jika bidan tidak memahami kondisi ini dan melakukan penekanan pada kista justru akan membuat kista pecah. Fiuh... Agak syok tapi berusaha tenang.
Oh iya, janin dalam kondisi sehat, usia kandungan sesuai dengan perhitungan HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir) yaitu 7 minggu. Biaya pendaftaran dan dokter Rp. 45.000,- sedangkan total biaya pemeriksaan dan USG Rp. 190.000,-.
Bulan berikutnya, tepatnya pada hari Sabtu, 19 April 2014 kami melakukan kontrol ke Bidan Sri sekaligus untuk USG. Kami tidak tahu nama dokter yang melakukan USG tersebut. Menurut hasil USG, diameter kista saya 9,27 cm dan menurut bapak dokter di RSCM kalau mau mencoba melahirkan normal kista harus diangkat ketika usia kandungan antara 14-20 minggu atau bisa diangkat ketika melahirkan sekaligus saat operasi Caesar. Pada usia 11 minggu bayi kami dalam kondisi sehat :D
Hmm.... Saya pun berdiskusi dengan suami saya. Dokter bilang kalau mau mencoba normal-berarti tetap ada kemungkinan saya harus melahirkan dengan operasi Caesar. Daripada harus operasi 2x saya pikir lebih baik sekalian ketika melahirkan saja dengan operasi Caesar. Pertimbangannya kembali ke persoalan awal: biaya!
Saat usia kandungan 14 minggu (Rabu, 7 Mei 2014) saya kembali memeriksakan diri, kali ini ke RSUD Pasar Rebo lagi. Alasan sebenarnya memeriksakan kandungan lebih awal adalah karena saya dan suami akan pergi liburan ke Bali pada hari Minggu, 11 Mei 2014. Kami ingin memastikan bahwa kondisi saya dan kandungan memang dalam kondisi yang memungkinkan untuk melakukan penerbangan. Sesuai dengan rekomendasi sepupu suami, saya ingin berkonsultasi pada dokter Syarif namun ternyata dokter yang saat itu bertugas adalah Dr. Budhi Samodra, SpOG.
Seperti biasa pemeriksaan pun dilakukan dengan USG. Dahi bapak dokter berkerut melihat ukuran kista saya, "Besar ini kistanya... Bisa terpuntir... Bayinya masih kecil banget nih..." Ketika diukur diameter kista kembali berkurang menjadi 8,xx cm namun pak dokter memberikan harga mati bahwa saya harus melakukan operasi pengangkatan kista. *waduh*
Pak dokter berpendapat bahwa ukuran kista terlalu besar untuk dipertahankan sampai bayi lahir. Ia kuatir kista terpuntir atau pecah. Saya mencoba menyanggah, "Tapi kan dok, ukuran kistanya sudah berkurang dari ukuran awalnya yang 9,8 cm sekarang jadi 8,xx cm..."
"Iya.." jawab Dr. Budhi, "tapi posisi kista itu kan tertekan di dalam rongga perut, jadi pengukuran dengan USG hasilnya bisa lebih kecil. Menurut perhitungan saya, ukuran sebenarnya bisa 9-10an cm."
*duh... speechless*
Dokter Budhi langsung mengerjakan form permintaan operasi dan saya diminta melakukan konsultasi ke Anestesi. Saya pun menyelesaikan administrasi dan menandatangani form operasi. Operasi dijadwalkan pada hari Rabu, 28 Mei 2014. Tepat pada usia kandungan 17 minggu.
Panik!
Saya segera menghubungi teman-teman yang memiliki link pada dokter-dokter kandungan. Saya harus mencari pendapat dokter lain. Pikiran saya berkecamuk. Saya ga mau operasi. Takut! Jangankan operasi pengangkatan kista, membayangkan kalau saya harus operasi Caesar saja saya takut...
Teman-teman saya memberikan respon yang baik. Memberikan rekomendasi nama dokter dan Rumah Sakit tempat prakteknya dan... Saya pun bingung... bimbang....
Sekitar 2 (dua) hari berjuang mendapatkan informasi kemana saya harus mendapatkan 2nd atau 3rd opinion, saya lelah, saya pun memutuskan untuk memberi diri saya waktu untuk tenang. Tidak memikirkan soal kista dan operasi. Malam itu saya tidur.
Keesokan harinya dalam perjalanan ke kantor saya berkata pada suami saya, "Sayang... Aku udah mikir... Yaudah lah kalo emang operasi ya operasi aja... Lagian kan mau urus BPJS Kesehatan, udah ga mikirin biayanya..."
Suami saya hanya diam.
Maklum yah, sebenernya kehamilan ini belum masuk dalam rencana anggaran walaupun ini merupakan kehamilan pertama dalam pernikahan kami yang menginjak bulan ke 10. Sesuai dengan impian sebenarnya hamil setelah menginjak bulan ke 6 tetapi sebelum 1 tahun... :D. Dan sayangnya tidak di-cover juga oleh perusahaan tempat saya dan suami bekerja. Maaf yah nak, perencanaan keuangan papa mama mu ini kurang baik...
Akhirnya demi menekan biaya persalinan, pergilah kami ke bidan untuk memeriksakan kehamilan. Alasannya biaya melahirkan yang relatif murah dan biasanya bidan memiliki "Paket Bidan" pada Rumah Sakit (RS) rujukannya untuk kelahiran yang terpaksa dilakukan secara Caesar. Menurut teman yang pernah menggunakan fasilitas Paket Bidan ini, potongan harga yang diberikan hampir mencapai 50% dari total biaya. *tersenyum lebar*
Kehamilan saya hampir memasuki minggu ke-7 (tujuh) ketika memeriksakan diri ke Bidan Sri Mohadi pada hari Senin, 17 Maret 2014. Namun setelah Ibu Bidan melakukan pemeriksaan, ditemukan adanya pembesaran yang belum waktunya pada perut sebelah kanan saya. Menurut Ibu Bidan kemungkinan pembesaran tersebut adalah kista dan untuk memastikan hal itu perlu dilakukan pemeriksaan dengan USG. Jadwal pemeriksaan dengan USG di Bidan Sri adalah setiap hari Sabtu dengan biaya Rp. 130.000,-. Sedangkan biaya pemeriksaan Bidan pada hari Senin itu adalah Rp. 25.000,-. Baiklah kami pun menunggu.
Pada hari Jumat, 21 Maret 2014 kadar gula papa saya drop sehingga tidak sadarkan diri. Kami pun membawa papa ke IGD (Instalasi Gawat Darurat) RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah) Pasar Rebo. Saat itu hari masih gelap, belum jam 6 pagi. Setelah kondisi papa lebih baik, pada jam 8.30 saya dan suami pun minta izin untuk memeriksakan diri ke dokter kandungan.
Sesuai dengan prediksi Ibu Bidan, Dr. Iwan Satygraha Suprapto, SpOG menunjukkan pada saya dan suami kista yang bersarang di bagian kanan perut saya. Ukurannya termasuk kategori besar di atas 5 cm, tepatnya 9,8 cm. Jenisnya kista coklat-endometriosis. Dokter Iwan mengatakan kondisi ini harus diobservasi, jika mengganggu janin perlu dioperasi. Risiko dari kondisi ini adalah jika kista terpuntir atau pecah maka dapat mengakibatkan kematian pada Ibu. Waks! Panik!
Dokter Iwan pun memberikan kartu namanya, jika kista terpuntir harus segera dibawa ke IGD, jangan coba-coba ditangani sendiri karena bisa memperparah keadaan. Selain itu disarankan juga agar tidak melahirkan di Bidan karena dikuatirkan jika bidan tidak memahami kondisi ini dan melakukan penekanan pada kista justru akan membuat kista pecah. Fiuh... Agak syok tapi berusaha tenang.
Oh iya, janin dalam kondisi sehat, usia kandungan sesuai dengan perhitungan HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir) yaitu 7 minggu. Biaya pendaftaran dan dokter Rp. 45.000,- sedangkan total biaya pemeriksaan dan USG Rp. 190.000,-.
Bulan berikutnya, tepatnya pada hari Sabtu, 19 April 2014 kami melakukan kontrol ke Bidan Sri sekaligus untuk USG. Kami tidak tahu nama dokter yang melakukan USG tersebut. Menurut hasil USG, diameter kista saya 9,27 cm dan menurut bapak dokter di RSCM kalau mau mencoba melahirkan normal kista harus diangkat ketika usia kandungan antara 14-20 minggu atau bisa diangkat ketika melahirkan sekaligus saat operasi Caesar. Pada usia 11 minggu bayi kami dalam kondisi sehat :D
Hmm.... Saya pun berdiskusi dengan suami saya. Dokter bilang kalau mau mencoba normal-berarti tetap ada kemungkinan saya harus melahirkan dengan operasi Caesar. Daripada harus operasi 2x saya pikir lebih baik sekalian ketika melahirkan saja dengan operasi Caesar. Pertimbangannya kembali ke persoalan awal: biaya!
Saat usia kandungan 14 minggu (Rabu, 7 Mei 2014) saya kembali memeriksakan diri, kali ini ke RSUD Pasar Rebo lagi. Alasan sebenarnya memeriksakan kandungan lebih awal adalah karena saya dan suami akan pergi liburan ke Bali pada hari Minggu, 11 Mei 2014. Kami ingin memastikan bahwa kondisi saya dan kandungan memang dalam kondisi yang memungkinkan untuk melakukan penerbangan. Sesuai dengan rekomendasi sepupu suami, saya ingin berkonsultasi pada dokter Syarif namun ternyata dokter yang saat itu bertugas adalah Dr. Budhi Samodra, SpOG.
Seperti biasa pemeriksaan pun dilakukan dengan USG. Dahi bapak dokter berkerut melihat ukuran kista saya, "Besar ini kistanya... Bisa terpuntir... Bayinya masih kecil banget nih..." Ketika diukur diameter kista kembali berkurang menjadi 8,xx cm namun pak dokter memberikan harga mati bahwa saya harus melakukan operasi pengangkatan kista. *waduh*
Pak dokter berpendapat bahwa ukuran kista terlalu besar untuk dipertahankan sampai bayi lahir. Ia kuatir kista terpuntir atau pecah. Saya mencoba menyanggah, "Tapi kan dok, ukuran kistanya sudah berkurang dari ukuran awalnya yang 9,8 cm sekarang jadi 8,xx cm..."
"Iya.." jawab Dr. Budhi, "tapi posisi kista itu kan tertekan di dalam rongga perut, jadi pengukuran dengan USG hasilnya bisa lebih kecil. Menurut perhitungan saya, ukuran sebenarnya bisa 9-10an cm."
*duh... speechless*
Dokter Budhi langsung mengerjakan form permintaan operasi dan saya diminta melakukan konsultasi ke Anestesi. Saya pun menyelesaikan administrasi dan menandatangani form operasi. Operasi dijadwalkan pada hari Rabu, 28 Mei 2014. Tepat pada usia kandungan 17 minggu.
Panik!
Saya segera menghubungi teman-teman yang memiliki link pada dokter-dokter kandungan. Saya harus mencari pendapat dokter lain. Pikiran saya berkecamuk. Saya ga mau operasi. Takut! Jangankan operasi pengangkatan kista, membayangkan kalau saya harus operasi Caesar saja saya takut...
Teman-teman saya memberikan respon yang baik. Memberikan rekomendasi nama dokter dan Rumah Sakit tempat prakteknya dan... Saya pun bingung... bimbang....
Sekitar 2 (dua) hari berjuang mendapatkan informasi kemana saya harus mendapatkan 2nd atau 3rd opinion, saya lelah, saya pun memutuskan untuk memberi diri saya waktu untuk tenang. Tidak memikirkan soal kista dan operasi. Malam itu saya tidur.
Keesokan harinya dalam perjalanan ke kantor saya berkata pada suami saya, "Sayang... Aku udah mikir... Yaudah lah kalo emang operasi ya operasi aja... Lagian kan mau urus BPJS Kesehatan, udah ga mikirin biayanya..."
Suami saya hanya diam.
Label:
Dr. Iwan Satyagraha Suprapto SpOG,
endometriosis,
HPHT,
kehamilan dengan kista,
kista,
kista coklat,
operasi angkat kista,
operasi kista,
RSUD Pasar Rebo
Notes: Biaya Operasi Pengangkatan Kista dan Persalinan di RSUD Pasar Rebo
Pada hari Rabu, 28 Mei 2014 saya menanyakan biaya operasi kista dan kelahiran pada bagian informasi RSUD Pasar Rebo dan hasilnya adalah sebagai berikut:
Biaya operasi kista:
- Kelas 3: Rp. 4,5 juta
- Kelas 2 ke atas: Rp. 6 juta
Sedangkan untuk biaya persalinan:
- Normal kelas 3 antara 1-2,5 juta
- Normal kelas 2 antara 4-5 juta
- Normal Kelas 1 antara 5,5-6 juta
- Caesar kelas 3 sebesar 4 juta
- Caesar kelas 2 dan diatasnya sebesar 5 juta
Perbedaan masing-masing kelas antara lain:
- Kelas 3: Biaya kamar Rp. 110.000 per malam, 1 kamar untuk 9 orang dan dilengkapi dengan kipas angin (saya lupa perihal TV ada atau tidak)
- Kelas 2: Biaya kamar Rp. 360.000 per malam, 1 kamar untuk 4 orang dan dilengkapi dengan AC dan 1 buah TV
- Kelas 1: Biaya kamar Rp. 475.000 per malam, 1 kamar untuk 2 orang dilengkapi dengan AC, 1 buah TV dan masing-masing pasien mendapatkan 1 kulkas kecil
Bagian informasi menyarankan untuk mengurus BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan jika mengalami kesulitan biaya. Menarik memang, hanya dengan biaya bulanan Rp. 59.500,- per bulan kita sudah bisa menikmati perawatan rawat inap kelas 1.
-----------------------
Jumat, 30 Mei 2014
Batu Pertama Kolam Kecil
Bisa ga ya Blog ini bertahan lama??? Rajin saya kasih makan tulisan gitu maksudnya... Saya gak rajin nulis sih. Apalagi kalo saya menjadikan itu suatu keharusan. Kita lihat saja deh ya, seberapa jauh Blog ini dapat berjalan..
Oh iya, Blog ini lahir karena saya sering menemukan kesulitan untuk memperoleh informasi yang saya butuhkan melalui internet. Jadi... saya bertekad menuliskan pengalaman saya berkaitan dengan hal-hal yang minim infonya di internet. Semoga panjang umur ya 'Kolam Kecil' ku...
.love.
Wulz
Oh iya, Blog ini lahir karena saya sering menemukan kesulitan untuk memperoleh informasi yang saya butuhkan melalui internet. Jadi... saya bertekad menuliskan pengalaman saya berkaitan dengan hal-hal yang minim infonya di internet. Semoga panjang umur ya 'Kolam Kecil' ku...
.love.
Wulz
Langganan:
Postingan (Atom)